Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, konsumsi total bahan perusak ozon sebesar 3.794.2 metrik ton pada 2020. Konsumsi ini naik 0,74% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 3.766,2 metrik ton.
Konsumsi tertinggi berasal dari Chlorodifluoromethane (HCFC-22) sebesar 3.010 metrik ton. Senyawa ini digunakan sebagai refrigerant yang umumnya digunakan untuk pendingin ruangan.
(Baca: Riset KIC-Nafas: Polusi Udara di Jabodetabek Meningkat saat PPKM)
Konsumsi tertinggi selanjutnya berasal dari senyawa Methyl Bromide (Metil Bromida). Konsumsi dari Metil Bromida sebanyak 424 metrik ton. Metil bromida adalah gas tidak berbau dan tidak berwarna yang digunakan untuk mengendalikan berbagai macam hama di bidang pertanian dan pengiriman, termasuk jamur, gulma, serangga, nematoda (atau cacing gelang), dan hewan pengerat.
Lalu, Diclorofluoroethane (HCFC-141b) sebanyak 240 metrik ton. Diclorofluoroethane merupakan bahan kimia beracun dan tidak berwarna. Senyawa kimia ini dapat digunakan sbagai bahan pembusa, pembersih logam, dan solder remover.
Kemudian, Dichlorotrifluoroethanes (HCFC-123) yang memiliki konsumsi sebanyak 110 metrik ton. Senyawa kimia ini digunakan dalam aplikasi chiller sentrifugal tonase besar, dan merupakan refrigeran paling efisien yang saat ini digunakan di pasar untuk aplikasi HVAC.
Menempati urutan kelima, konsumsi dari Chlorodifluoromethane (HCFC-142b) sebesar 8,2 metrik ton. Mengutip NCBI, Chlorodifluoromethane (HCFC-142b) adalah gas tidak berwarna dengan bau yang sangat halus.
Terakhir, Indonesia memiliki konsumsi perusak ozon dari senyawa kimia dari Dicloropentafluoropropanes (HCFC-225) sebesar 2 metrik ton. Konsumsi bahan perusak ozon berdasar pada Laporan Country Programme Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Sekretariat Ozon United Nations Environment Programme (UNEP).