"Intensitas emisi gas rumah kaca" adalah ukuran emisi yang dihasilkan dari aktivitas perekonomian.
Intensitas rendah mengindikasikan model ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Sebaliknya, intensitas tinggi menggambarkan model ekonomi yang banyak mencemari lingkungan dengan gas rumah kaca.
(Baca: Ekonomi Indonesia Terbesar di ASEAN pada 2023)
Menurut data European Commission, pada tahun 2023 intensitas emisi gas rumah kaca global mencapai 0,32 ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) per 1.000 dolar yang dihitung dengan metode purchasing power parity (PPP).
Dengan kata lain, jika dirata-ratakan secara global, setiap aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk domestik bruto (PDB) senilai 1.000 dolar PPP, menghasilkan pula emisi gas rumah kaca 0,32 ton CO2eq.
Pada 2023 intensitas emisi gas rumah kaca Indonesia sedikit di bawah rata-rata global, yakni 0,31 ton CO2eq per 1.000 dolar PPP.
Angka itu juga tergolong rendah dibanding negara tetangga.
Di skala ASEAN, model ekonomi paling tak ramah lingkungan berada di Laos, yang intensitas emisinya pada 2023 mencapai 0,66 ton CO2eq per 1.000 dolar PPP, sekitar dua kali lipat lebih tinggi dari rata-rata global.
Negara ASEAN lain yang intensitas emisinya di atas rata-rata adalah Kamboja, Myanmar, Vietnam, dan Brunei. Sedangkan sisanya sama atau di bawah rata-rata seperti terlihat pada grafik.
Kendati begitu, total volume emisi gas rumah kaca Indonesia merupakan yang terbanyak di ASEAN, seiring dengan jumlah penduduk dan nilai PDB-nya yang paling besar.
European Commission mencatat, pada 2023 Indonesia menjadi negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ke-7 di dunia.
(Baca: 10 Negara Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar 2023)