Menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2023 mencapai 1.200 juta ton karbon dioksida ekuivalen (Mt CO2eq).
Volumenya meningkat 4,1% dibanding 2022, sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.
(Baca: Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 1970-2023)
Emisi gas rumah kaca yang dicatat European Commission adalah gabungan dari emisi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan gas terfluorinasi (F gases).
Adapun datanya hanya mencakup emisi dari sektor pembangkit listrik, transportasi, pembakaran energi untuk industri, pertanian, eksploitasi energi fosil (pertambangan, produksi, dan pengolahan), proses industri (seperti proses produksi semen, pengolahan logam, produk kimia, dll), pembakaran energi untuk bangunan non-industri, dan sektor limbah.
Sedangkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan atau land use, land-use change, and forestry (LULUCF) belum termasuk.
(Baca: Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca per Kapita Indonesia 1970-2023)
Jika dilihat dari sumbernya, emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2023 paling banyak berasal dari eksploitasi energi fosil (pertambangan, produksi, dan pengolahan), seperti tertera pada grafik.
Berikut rincian kontribusi masing-masing sektor:
- Eksploitasi energi fosil: menyumbang 24,3% terhadap total emisi gas rumah kaca Indonesia
- Pembangkit listrik: 22,7%
- Pertanian: 15,5%
- Transportasi: 12,7%
- Pembakaran energi untuk industri: 11,9%
- Proses industri: 5,8%
- Sampah/limbah: 4,3%
- Pembakaran energi untuk bangunan non-industri: 2,9%
(Baca: Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca per Kapita ASEAN 2023)