Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 1970-2023

Lingkungan

Premium

Adi Ahdiat 17/12/2024 17:19 WIB

URL telah disalin

Memuat...

Menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2023 mencapai 1.200 Mt CO2eq. Angka ini setara 2,3% dari total emisi gas rumah kaca global, serta terbesar ke-7 di dunia.

Volume Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia (1970-2023)*

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Anda mengakses konten Single Data Premium.
Untuk meneruskan, silakan berlangganan, atau beli secara satuan.

Professional

Nikmati akses premium dengan harga yang lebih terjangkau.

Mulai dari

~~Rp300.000~~ 150.000/bulan

Akses lebih banyak konten premium dan fitur eksklusif khusus pelanggan.

Mulai dari

50.000/bulan

Hanya Rp833 per artikel

Lebih detail »

Beli Satuan

Langsung baca artikel “Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 1970-2023”.

Rp10.000

Kami menerima pembayaran berikut:

Beberapa metode pembayaran masih dalam proses aktivasi.

Volume Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia (1970-2023)*

Unduh

Sumber

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2023 mencapai 1.200 juta ton karbon dioksida ekuivalen (Mt CO2eq).

Volumenya meningkat 4,1% dibanding 2022, sekaligus menjadi rekor tertinggi baru seperti terlihat pada grafik.

(Baca: 2023 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah)

Pada 2023 Indonesia menyumbang sekitar 2,3% terhadap total emisi gas rumah kaca global.

Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai penyumbang emisi terbesar ke-7 di dunia, setelah China, Amerika Serikat, India, Uni Eropa, Rusia, dan Brasil.

Emisi gas rumah kaca yang dicatat European Commission adalah gabungan dari emisi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan gas terfluorinasi (F gases).

Adapun datanya hanya mencakup emisi dari sektor pembangkit listrik, transportasi, pembakaran energi untuk industri, pertanian, eksploitasi bahan bakar fosil (pertambangan, produksi, dan pengolahan), proses industri (seperti proses produksi semen, pengolahan logam, produk kimia, dll), pembakaran energi untuk bangunan non-industri, dan sektor limbah.

Sedangkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan atau land use, land-use change, and forestry (LULUCF) belum termasuk.

(Baca: Investasi Energi Bersih Global Melampaui Energi Fosil)

Editor : Adi Ahdiat