Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) periode Juni-Juli 2021 tidak berkontribusi bagi perbaikan kualitas udara di Jabodetabek.
Meski jumlah kendaraan berkurang, pada masa PPKM tersebut kandungan partikel PM2.5 secara umum di Jabodetabek justru meningkat 12%.
Fenomena ini ditemukan dari riset yang dilakukan Nafas bersama Katadata Insight Center (KIC) dan Komunitas Bicara Udara.
Nafas juga mencatat ada beberapa wilayah Jabodetabek yang mengalami peningkatan polusi udara cukup tinggi saat PPKM Juni-Juli 2021. Kandungan PM2.5 di Kelapa Gading naik 21%, Kuningan naik 17%, Bekasi Selatan naik 24%, dan Bogor Barat naik 33%.
Hal serupa juga terjadi di wilayah Bintaro, meski kenaikannya tidak terlalu signifikan, yakni 3,4%.
Menurut Nafas, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kebijakan Work From Home (WFH) di tahun 2020 juga tidak menghasilkan pengurangan PM2.5 secara signifikan di wilayah Jabodetabek.
Polusi PM2.5 Dipengaruhi Musim
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebesar 70% pencemaran Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2) dan Partikulat (PM2.5) di wilayah perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor.
Namun, berdasarkan temuan Nafas, polusi PM2.5 tidak turun dengan adanya pengurangan mobilitas kendaraan bermotor.
Nafas justru menemukan bahwa kandungan PM2.5 di udara dipengaruhi oleh pergantian musim dan angin. Polusi PM2.5 turun signifikan ketika memasuki musim penghujan, dan meningkat ketika memasuki musim kemarau.
Hujan bisa menyebabkan penurunan polusi PM2.5 hingga 8,71%, sedangkan penurunan akibat angin bisa mencapai 66%. Jika terjadi hujan angin, maka penurunan PM2.5 akan semakin besar.
(Baca Juga: Kota dengan Polusi Udara Tertinggi di Asia Tenggara, Jakarta Urutan Berapa?)