Harga beras di Indonesia terus naik dalam beberapa bulan terakhir. Namun, banyak orang menilai kesejahteraan petani beras masih rendah.
Menurut survei Litbang Kompas, 64,2% responden menilai petani beras umumnya masih tergolong miskin. Sementara responden yang menilai petani beras sudah hidup berkecukupan 32,9%, dan sudah sejahtera 1,8%.
Lantas, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani beras?
Survei Litbang Kompas mencatat, hampir setengah atau 40,7% responden menilai bahwa pemerintah perlu tetap memastikan ketersediaan pupuk subsidi.
"Masalah kelangkaan pupuk subsidi ini menjadi keprihatinan publik karena terjadi di sepanjang 2023 dan berlanjut hingga saat ini," kata Peneliti Litbang Kompas Yohanes Mega dalam laporan surveinya, dilansir dari Kompas.id, Selasa (5/3/2024).
"Penggunaan pupuk kimia menjadi begitu populer di kalangan petani dan pupuk non-organik lambat laun ditinggalkan. Kebergantungan pada pupuk kimia secara langsung memengaruhi harga produksi yang makin mahal," kata dia.
(Baca: Harga Pupuk Urea Naik pada Februari 2024)
Berikutnya, 26,5% responden menilai pemerintah perlu memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian seperti alat tani, lahan, dan mesin produksi.
Hal lain yang penting diprioritaskan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani beras menurut responden adalah memberikan bantuan modal berupa uang (18,6%), membatasi produk beras impor (10%), serta memotong rantai penjualan gabah (2,6%).
Ada juga yang menilai pemerintah perlu mendorong program kesejahteraan petani, serta mendorong biaya produksi murah seperti terlihat pada grafik di atas.
"Kebijakan yang berpihak kepada petani beras lokal masih perlu diperhatikan pemerintah, alih-alih hanya berfokus pada pengendalian harga beras di pasaran," kata Yohanes.
"Keputusan mengimpor beras besar-besaran selama ini memang meredakan gejolak publik akan stok beras di pasaran, tetapi jelas tidak berpihak kepada petani," ujarnya lagi.
Survei Litbang Kompas ini melibatkan 512 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia.
Pengambilan data dilakukan pada 26-28 Februari 2024 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,33% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
(Baca: Apa Petani Beras Indonesia Sudah Sejahtera? Ini Pandangan Warga)