Menurut survei Yuri Levada Analytical Center, sampai Desember 2021 mayoritas warga Rusia memandang Amerika Serikat (AS) dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) sebagai biang keladi konflik Rusia-Ukraina.
Namun, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022, gelombang demonstrasi anti-perang terus bermunculan di berbagai wilayah Rusia.
Menurut laporan kelompok aktivis hak asasi manusia OVD-Info, dalam lima hari pertama invasi Rusia ke Ukraina, aksi protes anti-perang sudah terjadi di 103 kota.
Gelombang protes ini juga diiringi dengan penangkapan demonstran oleh pemerintah setempat.
OVD-Info mencatat selama 24-28 Februari 2022 sudah ada 6.440 demonstran anti-perang yang ditangkap di Rusia. Penangkapan paling banyak terjadi di kota-kota berikut:
- Moskow: 3.126 orang
- Petersburg: 2.084
- Ekaterinburg: 125 orang
- Krasnodar: 108 orang
- Nizhny Novgorod: 101 orang
- Novosibirsk: 73 orang
- Kazan: 71 orang
Tak hanya di Rusia, gelombang protes anti-perang juga terjadi di negara-negara Eropa dan berbagai belahan dunia lainnya.
Menurut lansiran Euronews, aksi protes terbesar dalam beberapa hari belakangan terjadi di Jerman pada Minggu (27/2) dengan jumlah demonstran mencapai sekitar 100.000 orang.
(Baca Juga: Penangkapan Jurnalis di Rusia Terus Meningkat sejak 2014)