Menurut survei Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), ada banyak pengemudi ojek online (ojol) di Jabodetabek yang bekerja lebih dari 8 jam sehari.
Dari 225 responden ojol yang disurvei pada April—Mei 2023, mayoritas atau 28,4% bekerja sekitar 13—14 jam/hari.
Ada cukup banyak juga ojol yang bekerja 11—12 jam/hari, sedangkan yang bekerja 7—8 jam/hari proporsinya lebih sedikit seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Kondisi Pekerja Platform Digital Belum Layak, Termasuk Ojol)
Jika diakumulasikan, pada 2023 sebanyak 68,9% responden ojol di Jabodetabek mengaku bekerja antara 9—16 jam/hari.
Kemudian 58,7% responden diperkirakan bekerja antara 61—112 jam/pekan, melebihi jam kerja normal yang kisarannya 40—60 jam/pekan.
Panjangnya durasi kerja ojol ini tidak sejalan dengan kesejahteraan mereka. Sebagai contoh, rata-rata waktu kerja ojol di Kota Bekasi adalah 11,5 jam/hari. Namun, rata-rata pendapatan kotornya pada 2023 hanya Rp3,9 juta/bulan.
Setelah dikurangi biaya operasional yang terdiri dari bahan bakar, konsumsi, dan pulsa, rata-rata pendapatan bersih bulanan ojol di Kota Bekasi menjadi Rp2,6 juta/bulan, hanya separuh dari upah minimum kota yang saat itu Rp5 juta/bulan.
(Baca: Berapa Pendapatan Harian Ojol di Jabodetabek?)
Kondisi kerja yang kurang layak ini mendorong komunitas ojol di Jawa dan Sumatra melakukan demonstrasi pada Selasa (20/5/2025). Salah satu tuntutan yang dibawa adalah status kerja.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengaku sudah menerima aspirasi dari mitra pengemudi. Ia juga mendapat laporan tentang tiga isu utama yang disorot ojol, yaitu tarif, status kepegawaian, dan potongan diskon menjadi 10% dari sebelumnya maksimal 20%.
"Jadi, silakan menyampaikan aspirasinya, tapi sebenarnya kalau berkaitan dengan teknis mestinya aspirasi itu disampaikan kepada para pelaku (aplikator)," ujar Dudy, disiarkan Katadata.co.id, Selasa (20/5/2025).
(Baca: Indonesia Punya Pasar Transportasi Online Terbesar Global Akhir 2024)