Utang pemerintah pusat diperkirakan mencapai Rp 4.429 triliun (outlook 2018) meningkat 11% dibanding realisasi 2017. Kemudian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 utang pemerintah diprediksi akan bertambah 18,9% menjadi Rp 5.269 triliun atau sekitar 32,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Meskipun secara nominal terlihat sangat besar namun masih dalam kondisi aman.
Secara nominal utang pemerintah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, tapi menurut indikator rasio total utang terhadap PDB masih di kisaran 30% sebab perekonomian domestik juga tumbuh. Sehingga masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan oleh undang-undang sebesar 60% dari PDB. Rasio tersebut juga lebih rendah dibanding negara-negara berkembang lainnya seperti Thailand yang saat ini telah mencapai 41,8% dari PDB, Vietnam (61,5%), Malaysia (50,9%), Argentina (51%), Brasil (74%) maupun rasio utang negara-negara maju yang telah mencapai lebih dari 100% dari PDB.
Terbatasnya pendapatan negara serta ekspansi yang dilakukan pemerintah dalam membiayai pembangunan membuat anggaran pemerintah mengalami defisit. Untuk menutupi defisit tersebut, pemerintah menerbitkan surat utang atau mengajukan pinjaman kepada para kreditor. Yang penting, penggunaan utang tersebut harus dikelola dengan baik, digunakan untuk sektor yang produktif serta tepat sasaran. Sehingga pembangunan yang dibiayai oleh utang tersebut mampu menjadi daya ungkit tumbuhnya perekonomian nasional serta tidak menjadi beban bagi generasi mendatang.
(Baca Databoks: Indonesia Darurat Utang?)