Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, sebanyak 89,6% masyarakat di daerah tertinggal memilih untuk tidak berlangganan internet tetap.
Internet tetap merupakan layanan internet yang disediakan melalui koneksi kabel atau fiber optik yang dipasang di lokasi tetap, seperti rumah atau kantor. Layanan ini biasanya disediakan oleh penyedia internet (ISP) dengan kecepatan yang lebih stabil dibanding internet seluler.
Dari kelompok yang tidak berlangganan, mayoritas atau 32,6% beralasan karena daerahnya belum terjangkau akses internet tetap.
Lalu 22,8% responden merasa biaya berlangganan terlalu mahal; 18% menilai kualitas mobile internet atau internet handphone/hp sudah cukup baik; dan 17,1% mengaku belum banyak ISP yang menawarkan layanan internet tetap di wilayahnya.
Kemudian 2,9% beralasan masih menempati tempat tinggal sewa; 2,5% tidak berlangganan internet tetap karena hanya tinggal sendiri; dan 4,1% punya alasan lainnya.
Survei APJII ini melibatkan 1.950 responden dari 64 daerah tertinggal yang tersebar di 17 provinsi. Pengambilan data dilakukan pada Juli-September 2024 melalui wawancara tatap muka dan telepon.
Merujuk Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes-PDTT) Nomor 11 Tahun 2020, "daerah tertinggal" adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional.
Sebanyak 59,23% responden merupakan laki-laki dan 40,77% lainnya responden perempuan. Responden didominasi oleh generasi milenial atau usia 28-43 tahun (40,10%), diikuti generasi Z atau usia 12-27 tahun (34,36%), dan generasi X atau usia 44-59 tahun (6,05%).
(Baca: Daftar Masalah Internet Mobile di Daerah Tertinggal Indonesia)