Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tren perdagangan senjata global terus menguat dalam dua dekade terakhir.
Pada 2021 nilai penjualannya diperkirakan sudah mencapai US$592 miliar, naik 7,6% dibanding 2020, sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak awal pencatatan SIPRI.
(Baca: Saham Perusahaan Senjata AS Menguat di Tengah Perang Israel-Palestina)
Sampai saat ini SIPRI belum merilis data penjualan senjata global untuk periode 2022 dan 2023.
Namun, tren penjualan pada tahun-tahun tersebut diperkirakan masih naik, mengingat adanya perang Rusia-Ukraina yang meletus sejak Februari 2022 dan belum usai hingga sekarang, serta pecahnya perang Israel-Palestina mulai awal Oktober 2023.
Menurut jurnalis investigasi dari The New York Times, Eric Lipton, animo pembelian senjata global juga sudah menguat bahkan sejak perang Israel-Palestina belum berkecamuk.
Hal tersebut ia ungkapkan dalam artikel Middle East War Adds to Surge in International Arms Sales yang dipublikasikan The New York Times, Selasa (17/10/2023).
"Sebelum Israel membalas serangan Hamas, kombinasi dari peristiwa invasi Rusia ke Ukraina serta persepsi meningkatnya ancaman dari Tiongkok telah memicu ketergesaan global untuk membeli pesawat tempur, rudal, tank, artileri, amunisi, dan peralatan mematikan lainnya," kata Eric Lipton.
"Lonjakan penjualan senjata juga didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi peperangan, yang bahkan menekan negara-negara kuat untuk membeli peralatan militer generasi baru agar mereka tetap kompetitif," lanjut Eric.
Adapun menurut Michael Klare, anggota dewan organisasi nirlaba Arms Control Association, naiknya penjualan senjata mencerminkan adanya peningkatan risiko konflik, sekaligus bisa memperburuk skala perang.
"Kita hidup di dunia yang sangat rapuh, dengan banyak konflik yang belum terselesaikan, seperti ketegangan antara Pakistan dan India, atau antara Azerbaijan dan Armenia, yang semuanya telah meningkatkan pembelian peralatan militer baru-baru ini," kata Michael Klare, disiarkan The New York Times, Selasa (17/10/2023).
"Ada risiko penjualan senjata ini akan memperburuk konflik regional, dan pada akhirnya memicu pecahnya perang di antara negara-negara besar," katanya lagi.
(Baca: Seminggu Perang, Harga Saham Teknologi Militer Israel Menguat)