Ancaman resesi ekonomi global semakin menguat seiring tingginya laju inflasi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS).
Adapun menurut hasil survei ekonom Bloomberg, negara di kawasan Asia Pasifik yang paling berisiko mengalami resesi adalah Sri Lanka, dengan peluang 85%. Diikuti Selandia Baru dengan peluang resesi 33%.
Sedangkan Indonesia dinilai memiliki peluang resesi yang kecil, yakni hanya 3%.
Fundamental Ekonomi Indonesia Masih Kuat
Jika dilihat dari kondisi fundamental ekonominya, posisi Indonesia saat ini masih cukup kuat. Ini tercermin dari laju inflasi yang masih cukup terjaga di 4,35% (year on year/yoy) hingga Juni 2022, jauh lebih rendah dibanding banyak negara lain yang inflasinya melambung hingga di atas 50%.
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) BI7DRR juga masih bertahan di level 3,5% untuk mendukung pemulihan ekonomi dari dampak pandemi.
Meski nilai tukar rupiah sudah terdepresiasi hingga menembus level psikologis Rp15.000 per dolar AS, namun pelemahannya masih terbatas dan tidak separah mata uang negara lainnya.
Ekonomi domestik juga tercatat masih positif dan tumbuh 5,01% (yoy) pada kuartal I 2022.
Sementara itu, cadangan devisa BI masih sebesar US$136,4 miliar hingga akhir semester I 2022. Dengan angka tersebut, masih cukup untuk melakukan impor dan membayar utang luar negeri pemerintah untuk 6,4 bulan ke depan.
Adapun ekonomi Indonesia diukur menurut besaran Produk Domesik Bruto (PDB) mencapai Rp4,51 kuadriliun pada kuartal I 2022, dengan 53,65% ditopang oleh kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Artinya, lebih separuh perekonomian nasional masih berasal dari konsumsi masyarakat. Ini yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi Indonesia di tengah meningkatnya ancaman resesi ekonomi global.
Utang, Neraca Perdagangan, dan Keuangan Pemerintah Masih Terjaga
Utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7,02 kuadriliun hingga Mei 2022. Meskipun secara nominal sangat besar, namun secara rasio terhadap PDB masih cukup terjaga, yakni mencapai 38%. Angka tersebut jauh di bawah rasio utang negara-negara lainnya yang mencapai 100%.
Neraca perdagangan Indonesia dengan seluruh negara mitranya sepanjang Januari-Mei 2022 juga mencatat surplus US$24,89 miliar. Surplus ini terutama didukung posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar minyak kelapa sawit serta komoditas batu bara.
Begitu pula realisasi belanja pemerintah pusat sepanjang 5 bulan pertama 2022 mencatatkan surplus Rp132 triliun atau 0,74% terhadap PDB.
Secara umum, berikut rangkuman indikator ekonomi makro Indonesia:
- Inflasi per Juni 2022: 4,35% (yoy)
- Depresiasi Mata Uang per 14 Juli 2022: -5,21% (ytd)
- Pertumbuhan Ekonomi per kuartal I 2022: 5,01% (yoy)
- Rasio Utang terhadap PDB per Mei 2022: 38,88%
- Suku Bunga Acuan per Juni 2022: 3,50%
- Utang Pemerintah per Mei 2022: Rp7 kuadriliun
- Utang Luar Negeri Indonesia per Mei 2022: US$136,4 miliar
- Cadangan Devisa per Juni 2022: US$136,4 miliar
- Kemampuan Cadangan Devisa per Juni 2022: 6,4 bulan impor plus bayar utang luar negeri
(Baca: Dolar AS Digdaya, Mata Uang Asia Melemah sampai 14 Juni 2022)