Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3%, lebih tinggi dari outlook 2018 sebesar 5,2%. Target tersebut dengan asumsi konsumsi rumah tangga pada tahun depan diprediksi tumbuh 5,1% dan konsumsi pemerintah tumbuh 5,4%. Adapun pembentukan modal tetap bruto tumbuh 7%, ekspor 6,3% dan impor 7,1%.
Dengan target tersebut pemerintah mematok nilai tukar rupiah Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) dan harga rata-rata minyak Indonesia (ICP) US$ 70/barel. Sementara lifting minyak mencapai 775 ribu barel/hari dan gas 1,25 juta barel/hari. Anggaran pendapatan negara tahun depan ditetapkan sebesar Rp 2.165,1 triliun sedangkan belanja negara mencapai Rp 2.461,1 triliun. Artinya defisit tahun depan diperkirakan sebesar Rp 296 triliun atau 1,84% dari PDB.
Masih tingginya ketidakpastian global terkait potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) serta dampak dari perang dagang antara AS dengan Tiongkok akan menjadi tantangan bagi perekonomian nasional di tahun politik. Perlu terobosan yang cepat untuk menekan defisit transaksi perdagangan dan transaksi berjalan agar nilai tukar rupiah tidak terpuruk lebih dalam serta untuk menjaga daya beli masyarakat.