Meningkatnya ketidakpastian pasar finansial global seiring jatuhnya mata uang Turki, lira serta semakin melebarnya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan Indonesia menjadi alasan bagi Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya. Seperti diketahui, lira mengalami depresiasi yang cukup dalam pada akhir pekan lalu, sepanjang 2018 nilai tukarnya telah menyusut lebih dari 37% terhadap dolar AS. Demikian pula nilai tukar rupiah telah melemah lebih dari 7% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung 14-15 Agustus 2018 memutuskan untuk menaikkan suku bunga BI 7-day Reserve Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5%. Kenaikan ini merupakan yang keempat kalinya sepanjang tahun ini dan juga merupakan level tertinggi sejak Agustus 2016.
Menurut Direktur Eksekutif BI, Agusman mengemukakan keputusan menaikkan suku bunga acuan tersebut merupakan konsistensi bank sentral untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik serta untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. “Kedepan, BI akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global untuk memperkuat respon bauran kebijakan dalam menjaga stablitas makroekonomi dan sistem keuangan,” tuturnya.