Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta berdasar besaran produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp149,37 triliun sepanjang 2021.
Angka tersebut hanya bernilai sekitar 5% dari PDRB DKI Jakarta, sekaligus menjadikan DI Yogyakarta sebagai provinsi dengan perekonomian terkecil di Pulau Jawa.
Jika diukur menurut PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, perekonomian DI Yogyakarta tumbuh 5,53% pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020 yang mengalami kontraksi 2,65%.
Capaian pertumbuhan DI Yogyakarta pada 2021 juga berada di atas tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya tumbuh 3,69% pada tahun sama.
Dari sisi lapangan usaha, perekonomian provinsi yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono X tersebut paling banyak ditopang industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 12,36% pada 2021. Diikuti sektor informasi dan komunikasi dengan kontribusi 10,72%, dan sektor konstruksi sebesar 10,14%.
Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa lainnya, yakni sebesar 21,53% sepanjang 2021. Diikuti sektor informasi dan komunikasi tumbuh 16,69%, serta sektor konstruksi tumbuh 10,82%.
Dari sisi pengeluaran, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Yogyakarta dengan proporsi sebesar 64,32% pada 2021. Diikuti komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 32,83%, dan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 15,45%.
Komponen ekspor barang dan jasa mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 21,68%, kemudian komponen PMTB tumbuh 8,2%, serta komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 1,77%.
(Baca Juga: Tumbuh 3,67%, Industri Non-Migas Belum Mampu Gerakkan Ekonomi Domestik)