Meski Tiongkok Krisis, Sejumlah Saham Properti Menguat di Indonesia

Pasar
1
Adi Ahdiat 28/08/2023 17:30 WIB
Persentase Peningkatan/Penurunan Harga Saham 15 Emiten Properti di Indonesia (2 Januari-24 Agustus 2023)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Sektor properti di Tiongkok tengah mengalami krisis. Hal ini salah satunya terlihat dari kasus Country Garden, perusahaan properti Tiongkok yang gagal bayar kupon obligasi pada awal Agustus 2023.

Menurut data yang dihimpun The New York Times, pada Juli 2023 penjualan rumah baru dari 100 perusahaan properti terbesar Tiongkok secara kumulatif memang turun 33% (year-on-year/yoy). Penurunan kinerja ini juga memicu kekhawatiran di kalangan investor.

(Baca: Country Garden Terbelit Utang, Apa Saja Proyeknya di Indonesia?)

"Ketakutan (krisis properti di Tiongkok) telah menyebar ke pasar lain, seperti di Hong Kong, di mana banyak perusahaan terbesar Tiongkok tercatat di bursa sahamnya," kata redaksi The New York Times dalam pemberitaannya, Senin (21/8/2023).

"Tingkat kepercayaan investor (di bursa Hong Kong) sudah anjlok drastis, sehingga saham-saham (perusahaan Tiongkok) jatuh ke dalam kondisi yang buruk, turun 21% dari puncaknya pada Januari 2023. Dalam dua minggu terakhir, investor (di bursa Hong Kong) telah menarik dana US$7,5 miliar dari saham perusahaan Tiongkok," lanjutnya.

Namun, hal berbeda tampaknya terjadi di Indonesia. Harga saham sejumlah emiten properti dalam negeri justru menguat dalam delapan bulan terakhir.

Databoks memantau pergerakan harga saham beberapa emiten properti yang punya kapitalisasi pasar besar di Indonesia. Hasilnya, dari 15 emiten properti yang dipantau, ada 9 emiten yang harga sahamnya menguat, 2 emiten stagnan, dan 4 emiten melemah.

Penguatan terbesar dialami PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Pada 2 Januari 2023 harga saham CTRA masih di level Rp920. Kemudian pada penutupan perdagangan 25 Agustus 2023 harganya sudah mencapai Rp1.135. Secara kumulatif, harga saham CTRA sudah menguat 23,37% (year-to-date/ytd).

Penguatan signifikan juga dialami PT Jaya Real Property Tbk (JRPT), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Duta Pertiwi Tbk (DUTI), dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) yang harga sahamnya naik di kisaran 15% sampai 22% (ytd).

Hal serupa terjadi pada PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), meski kenaikan harga sahamnya masih di bawah 10% (ytd).

Kemudian harga saham PT Sentul City Tbk (BKSL) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) stagnan. Sementara, pelemahan terdalam dialami PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) yang harga sahamnya turun 31,55% (ytd).

Kontraksi lebih ringan terjadi pada PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT MNC Land Tbk (KPIG), dan PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE), dengan persentase penurunan harga saham seperti terlihat pada grafik.

(Baca: Penyaluran KPR Meningkat, Kredit Bermasalah Ikut Bertambah)

Adapun menurut Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, krisis sektor properti di Tiongkok tidak berdampak langsung ke Indonesia.

"Pasar properti di Indonesia itu sebagian besar didominasi pasar domestik. Kalau dominasinya domestik, mungkin bukan dampak langsung yang kita dapatkan (dari krisis properti Tiongkok), tapi dampak turunan," kata Syarifah, dilansir Bisnis.com, Kamis (24/8/2023).

Hal senada disampaikan Business Development Director Knight Frank, Martin Wijaya. Ia bahkan melihat Indonesia berpeluang memperoleh keuntungan dalam momen ini.

"Kalau kita berbicara secara spesifik pada sektor properti, ini justru ada peluang berdampak positf. Investor sana (Tiongkok) akan berinvestasi ke sini, terutama pada hotel dalam setahun ini. Jadi dampak langsung tak ada, tapi efeknya mungkin sudah ada dari 2 tahun lalu," kata Martin, dilansir Bisnis.com, Kamis (24/8/2023).

(Baca: Tunggakan KPR di Jakarta Tembus Rp3,6 Triliun, Terbesar se-Indonesia)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua