Perang Rusia-Ukraina belum kunjung usai. Menurut laporan Office of the High Commisioner for Human Rights (OHCHR), sejak awal perang sampai 26 Desember 2022 sudah ada 17.831 penduduk Ukraina yang menjadi korban.
Jumlah korban meninggal mencapai 6.884 orang, terdiri dari 2.719 laki-laki dewasa, 1.832 perempuan dewasa, dan 1.904 orang dewasa yang gendernya belum teridentifikasi.
Ada juga korban jiwa dari kelompok anak laki-laki 216 orang, 175 anak perempuan, dan 38 anak-anak yang gendernya belum diketahui.
Kemudian ada 10.947 korban luka, terdiri dari 2.364 laki-laki dewasa, 1.709 perempuan dewasa, dan 6.074 orang dewasa yang gendernya belum teridentifikasi.
Diikuti korban luka dari kelompok anak laki-laki 318 orang, 229 anak perempuan, dan 253 anak-anak yang gendernya belum diketahui.
"Sebagian besar korban sipil meninggal atau terluka karena senjata peledak, termasuk penembakan artileri berat, roket ganda, misil, dan serangan udara," kata OHCHR dalam laporannya, Selasa (27/12/2022).
"OHCHR percaya bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang tercatat, karena penerimaan informasi dari beberapa lokasi tertunda akibat pertempuran intens, dan banyak laporan masih menunggu pembuktian," lanjutnya.
Tak hanya memakan korban dari kalangan sipil, perang Rusia-Ukraina juga telah mendorong kenaikan harga komoditas energi hingga memicu inflasi dan guncangan ekonomi di banyak negara.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bahkan menilai dampak perang Rusia-Ukraina akan terus membebani pertumbuhan ekonomi global sampai tahun depan.
Dalam laporan Economic Outlook edisi November 2022, OECD memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global melemah dari 3,1% pada 2022, menjadi 2,2% pada 2023.
"Perekonomian global menghadapi tantangan yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentumnya, inflasi terus melaju tinggi, keyakinan pasar melemah, dan ketidakpastian tinggi," kata OECD dalam laporannya.
"Agresi Rusia ke Ukraina telah mendorong kenaikan harga secara substansial, terutama komoditas energi. Hal ini menambah tekanan inflasi di saat biaya hidup sudah melonjak pesat di seluruh dunia," lanjutnya.
(Baca: Ketidakpastian Global Meningkat pada Akhir 2022)