Kinerja ekspor industri tekstil Indonesia melemah pada awal tahun ini. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang kuartal I 2023 industri tersebut mencatatkan ekspor seberat 380,4 ribu ton, turun 14,98% dibanding kuartal I 2022.
Dalam periode sama, nilai ekspornya juga turun 25,44% menjadi USD 934,6 juta, dengan rincian seperti terlihat pada grafik di atas.
(Baca: Kinerja Ekspor Turun Awal 2023, Menaker Izinkan Industri Potong Gaji Buruh)
Kendati begitu, jika dirinci berdasarkan subkategori industrinya, penurunan kinerja ini tidak merata.
Pada kuartal I 2023, penurunan volume ekspor paling besar terjadi pada industri serat tekstil (-38,85%), kain rajutan (-24,89%), benang pintal (-20,23%), serat/benang/strip filamen buatan (-18,53%), dan barang tekstil lainnya (-16,94%).
Penurunan lebih kecil dialami industri serat stapel buatan (-7,33%) dan kain tenunan (-6,95%).
Sementara, volume ekspor meningkat signifikan di industri kain rajutan (+41,73%) dan sutra (+30,68%). Namun, permintaan ekspor dua produk ini sangat kecil, sehingga tak mampu mengerek kinerja industri tekstil secara keseluruhan.
(Baca: 13 Ribu Karyawan Kena PHK pada Kuartal I 2023)
Melemahnya kinerja industri tekstil telah menjadi perhatian pemerintah. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun sedang menyiapkan dukungan kebijakan untuk sektor tersebut.
"(Industri) tekstil itu kita berikan perhatian untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bisa bentuknya insentif, dan ini kita akan bicarakan. Kita pantau terus seberapa besar tertekannya (industri tekstil)," kata Agus, disiarkan Detik.com, Senin (12/6/2023).
Agus belum bisa memastikan bentuk insentifnya, apakah akan berupa keringanan pajak, harga energi murah, atau bea masuk ditanggung pemerintah. Namun, ia menyatakan insentif ini juga perlu diberikan kepada industri lain yang terdampak penurunan ekspor.
(Baca: Ekspor Industri Alas Kaki Melemah Kuartal I 2023, Gelombang PHK Menghantui)