Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Februari 2023 sekitar USD 21,4 miliar, turun 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom).
Penurunan nilai ekspor nasional juga sudah terjadi enam bulan berturut-turut sejak September 2022, seperti terlihat pada grafik.
Di kelompok barang nonmigas, pada Februari 2023 penurunan ekspor terjadi pada komoditas logam mulia/perhiasan/permata, bijih logam/terak/abu, alas kaki, mesin/peralatan mekanis dan bagiannya, serta bahan bakar mineral.
Ada juga komoditas nonmigas yang nilai ekspornya naik, yakni lemak dan minyak hewani/nabati, besi dan baja, mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya, produk kimia, serta timah dan barang turunannya. Namun, naiknya penjualan komoditas tersebut belum mampu mendongkrak kinerja ekspor nasional.
Adapun penurunan kinerja ekspor Indonesia sudah diramalkan sebelumnya oleh Bank Dunia.
Dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2022, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 bakal melemah karena berkurangnya permintaan global.
"Permintaan global yang melemah dapat merugikan kinerja ekspor Indonesia dan mengurangi aliran investasi asing. Pengetatan moneter global juga dapat memicu keluarnya arus modal yang lebih besar, serta depresiasi rupiah yang kemudian memicu inflasi," kata Bank Dunia.
(Baca: Bank Dunia Prediksi Ekonomi Indonesia Melemah pada 2023)
Di tengah situasi ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengizinkan sejumlah industri untuk melakukan penyesuaian, salah satunya dengan memotong gaji buruh maksimal 25%.
Rinciannya tertuang dalam Pasal 8 Peraturan Menaker Nomor 5 Tahun 2023 yang berbunyi:
(1) Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah yang biasa diterima.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang dimaksud dalam aturan itu adalah industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; dan industri mainan anak.
Adapun industri padat karya yang diperbolehkan memangkas gaji buruh harus memenuhi kriteria berikut:
- Jumlah pekerja/buruh paling sedikit 200 orang;
- Persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit 15%; dan
- Produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.
(Baca: Meski Nilai Ekspornya Naik, 3 Sektor Industri Ini Terancam PHK Massal)