Untuk dapat mengusung calon presiden dan calon wakil presiden (capres/cawapres) dalam Pemillhan Umum, partai politik harus memiliki perolehan suara atau porsi kursi parlemen dalam ambang batas tertentu (presidential threshold).
Adapun ambang batas pengusungan capres/cawapres untuk Pemilu 2024 sudah ditetapkan dalam Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang bunyinya sebagai berikut:
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Artinya, setiap partai politik atau gabungan partai politik yang hendak mengusung capres/cawapres pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 harus memenuhi salah satu syarat yang disebutkan di atas. Minimal meraih 25% dari suara sah nasional atau minimal 20% dari total kursi DPR RI.
(Baca: PDI Perjuangan Raih 22,26% Kursi DPR RI pada Pemilu 2019)
Banyak pihak telah melakukan judicial review terhadap Pasal 222 UU Pemilu. Namun, hingga dimulainya pelaksanaan tahapan Pemilu 2024, Mahkamah Konstitusi selalu menolak uji materi pasal tersebut.
Aturan terkait presidential threshold itu kerap dianggap memberatkan partai kecil maupun partai baru dalam mengusung capres/cawapres, karena basis suara hasil pemilu mereka umumnya rendah dan sulit memenuhi ambang batas yang ditetapkan.
(Baca: Ini Partai yang Penuhi Syarat Usung Capres dan Cawapres Pemilu 2024 Tanpa Koalisi)