Berdasarkan data yang dirilis Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), sampai Agustus 2025, ada 33,65 juta hektare (ha) wilayah adat yang telah dipetakan dan didaftarkan ke BRWA.
Luas tersebut merupakan akumulasi dari 1.633 peta wilayah adat yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia.
BRWA juga memetakan status tenurial atau kepemilikan wilayah adat, salah satunya tutupan lahan. Tutupan lahan dalam bentuk hutan di wilayah adat mencapai 23,93 juta ha, yang terdiri dari 14,30 juta ha hutan primer dan 9,63 juta ha hutan sekunder.
“Wilayah adat dengan tutupan hutan seluas 23,9 juta ha yang masih lestari adalah benteng terakhir dari hutan tropis, sumber karbon yang sangat penting, sekaligus rumah bagi keanekaragaman hayati,” jelas BRWA dalam keterangannya.
Selain itu, BRWA menegaskan wilayah adat adalah teritori kehidupan masyarakat adat yang di dalamnya ada 4,98 juta ha areal budi daya atau pertanian sebagai fondasi dari sistem pangan lokal yang mandiri dan berkelanjutan.
BRWA menyebut, masyarakat adat yang terikat kuat dengan keanekaragaman hayati dan praktik pertanian tradisional telah terbukti mampu menyediakan ragam pangan yang berlimpah secara berkelanjutan tanpa merusak ekosistem.
“Perempuan adat menjadi aktor utama yang tidak hanya memastikan pengetahuan tradisional, praktik budi daya yang arif, dan konsumsi tanaman pangan lokal terus dilestarikan, tetapi juga diwariskan kepada generasi muda adat selanjutnya,” kata BRWA.
Kendati demikian, peluncuran data wilayah adat ini diletakkan dalam konteks krisis iklim dan degradasi lahan di dunia dan Indonesia.
Menurut BRWA, keduanya berkelindan dan memperparah kekinian kondisi masyarakat adat. Sebab, krisis iklim memicu perubahan pola cuaca ekstrem hingga kebakaran hutan.
“Dalam situasi itu, masyarakat adat menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak, karena hidup mereka sangat bergantung pada keseimbangan ekosistem alam,” ujar BRWA.
Sebagai catatan, BRWA bukan lembaga yang melakukan kegiatan pemetaan partisipatif di wilayah adat. Peta-peta yang teregistrasi di BRWA hasil kerja masyarakat adat dan lembaga atau fasilitator pendamping pemetaan wilayah adat.
(Baca: Luas Wilayah Adat RI yang Terpetakan dalam BRWA Agustus 2025)