Dalam 100 hari pertama perang, Rusia telah mengantongi pendapatan dari ekspor energi fosil sebesar €93 miliar atau sekitar Rp1,42 kuadriliun (kurs Rp15.322 per euro).
Sedangkan Ukraina, sejak awal perang sampai 12 Juli 2022 hanya menerima anggaran US$24,54 miliar atau sekitar Rp369,17 triliun (kurs Rp15.043 per US$), itupun mayoritasnya berupa utang.
"Sumber pembiayaan anggaran negara Ukraina sejak 24 Februari hingga 12 Juli adalah obligasi perang, pinjaman dari lembaga internasional, serta pinjaman dan hibah bilateral," ungkap Kementerian Keuangan Ukraina di situs resminya, Selasa (12/7/2022).
(Baca: 100 Hari Perang, Rusia "Surplus" Miliaran Euro dari Ekspor Energi)
Sejak awal invasi sampai 12 Juli 2022, penerimaan terbesar Ukraina berasal dari simpanan bank sentral dan obligasi perang, yakni instrumen utang yang dijual negara untuk membiayai operasi militer, dengan nilai total US$11,80 miliar.
Ukraina juga menerima pinjaman dari sejumlah lembaga internasional, yaitu Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan European Investment Bank (EIB) dengan nilai total US$2,9 miliar.
Kemudian ada dana pinjaman atau hibah bilateral dengan nilai total US$9,76 miliar.
Negara pemberi hibah terbesar untuk Ukraina adalah Amerika Serikat, yakni US$3,99 miliar. Sedangkan negara pemberi pinjaman terbanyak adalah Kanada dengan nilai US$1,17 miliar.
(Baca: Sumber Dana Putin, Ini Negara Pembeli Minyak Rusia Terbesar Selama Perang)