Laporan United States Geological Survey (USGS) menunjukkan, estimasi produksi kobalt global mencapai 290 ribu metrik ton pada 2024.
USGS menyebut, angka estimasi tambang dan kilang kobalt global diperkirakan meningkat dan mencapai rekor pada tahun tersebut. USGS mendata, estimasi produksi pada 2023 hanya sebesar 238 ribu metrik ton.
Kongo didapuk menjadi negara dengan produksi kobalt terbesar global, dengan prediksi volume mencapai 220 ribu metrik ton. Angka produksi Kongo disebut berkontribusi hingga 76% dari total produksi tambang kobalt dunia.
Angka itu juga naik dari estimasi pada 2023 sebesar 175 ribu metrik ton. Sementara cadangan kobalt Kongo menyentuh 6 juta metrik ton, juga menjadi yang tertinggi secara global.
Indonesia berada di urutan kedua dengan estimasi produksi mencapai 28 ribu metrik ton. USGS menyebut, angka Indonesia menyumbang 10% dari total produksi global.
Volume 2024 naik dari estimasi 2023 yang sebesar 19 ribu metrik ton. Sementara cadangan kobalt Indonesia sebesar 640 ribu metrik ton.
Ketiga, Rusia, dengan estimasi produksi sebesar 8.700 metrik ton. Angka tersebut tidak berubah dari 2023.
Sisanya ada Kanada, Filipina, Australia hingga Madagaskar dalam daftar 10 besar.
(Baca juga: Daftar Negara Pemilik Cadangan Kobalt Terbesar 2023)
USGS menyebut, China merupakan produsen kobalt olahan terkemuka di dunia dan meningkatkan kapasitas pemurnian logam sepanjang tahun lalu. Mayoritas produksi pemurnian China berasal dari kobalt yang dimurnikan sebagian yang diimpor dari Kongo (Kinshasa) dan Indonesia.
China juga menjadi konsumen kobalt terbesar di dunia, dengan mayoritas digunakan oleh industri baterai lithium-ion.
"Produksi baru kobalt yang ditambang dan dimurnikan telah menyebabkan kelebihan pasokan global dan harga kobalt yang lebih rendah," tulis USGS dalam laporan Mineral Commodity Summaries 2025, dikutip pada Senin (3/2/2024).
Sementara Amerika Serikat memberlakukan kenaikan tarif untuk bijih dan konsentrat kobalt yang berasal dari China pada 2024, serta produk yang mengandung kobalt termasuk kendaraan listrik dan baterai lithium-ion.
(Baca juga: Berapa Lama Lagi Sumber Daya Mineral Indonesia Habis?)