Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu provinsi yang memiliki hak keistimewaan karena kontribusinya terhadap kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan menjadi bagian dari Indonesia pada 5 September 1945. Keputusan ini memiliki arti penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang nyata bagi Indonesia pada saat itu yang baru memproklamasikan kemerdekaannya.
Tidak hanya berhenti di situ, peran Yogyakarta di era revolusi kemerdekaan diwujudkan melalui upaya Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutunan NKRI.
Atas jasa-jasa Kasultanan Yogyakarta tersebut, pemerintah memberikan hak keistimewaan terhadap wilayah DI Yogyakarta, antara lain, Gubernur DI Yogyakarta dan Wakil Gubernur diisi oleh yang memiliki tahta Sri Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.
DI Yogyakarta juga menerima dana keistimewaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Dana ini di luar dana transfer ke daerah dari Pemerintah Pusat.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana keistimewaan Yogyakarta telah mencapai Rp1 triliun mulai 2018 seperti terlihat pada grafik. Dana tersebut bahkan telah meningkat menjadi Rp1,32 triliun mulai 2020.
Provinsi DIY memiliki wilayah seluas 3.173 km persegi yang secara administrasi terbagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk mencapai 3,68 juta jiwa pada Juni 2022.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KPAA Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY untuk masa jabatan 2022-2027. Pengangkatan gubernur dan wakil gubernur DIY adalah melalui penetapan sesuai Undang-Undang Keistimewaan DI Yogyakarta Nomor 13 Tahun 2012.
(Baca: Dana Keistimewaan Yogyakarta Dialokasikan Rp 1,32 Triliun dalam RAPBN 2021)