Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), pemerintah masih memiliki piutang aset terkait penerimaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 102,38 triliun pada 2020. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 83,44 triliun merupakan piutang dari aset kredit eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sebanyak Rp 8,9 triliun merupakan aset kredit bekas kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset. Sementara, sebanyak Rp 10,03 triliun merupakan piutang bank dalam likuidasi (BDL).
Pada saat ini, pemerintah tengah gencar memburu para obligor dan debitur penerima BLBI yang belum menyelesaikan kewajibannya. Beberapa obligor BLBI pun telah dipanggil oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan BLBI.
Pemerintah melalui BI sebelumnya memberikan dana talangan likuiditas ke perbankan senilai Rp 144 triliun pada 1997-1998. Namun, dana talangan tersebut disalahgunakan lantaran mengalir ke kelompok usaha para pemilik bank maupun pihak lainnya yang merugikan negara.
Kasus yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun tersebut pun belum selesai hingga kini. Pemerintah bahkan masih harus menanggung beban bunga kepada BI dari obligasi yang diterbitkan untuk dana talangan BLBI mencapai Rp 105,45 triliun.
Adapun, pemerintah telah menerima hasil penjualan dari aset program restrukturisasi sebesar Rp 299,52 miliar pada 2020. Rinciannya, hasil penjualan dari aset eks BPPN Rp 259,45 miliar dan hasil penjualan/penyelesasian aset eks BDL Rp 40,08 miliar.
(Baca: Pemerintah Tanggung Beban Utang BLBI Rp 105,45 Triliun)