Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, setoran negara dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp134,2 triliun pada semester I 2024.
Capaian tersebut turun tipis 0,9% dari periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy) yang mencapai Rp135,4 triliun.
“Penerimaan dari bea dan cukai dalam hal ini masih relatif sama dengan tahun lalu, sehingga kalau dilihat dari levelnya tidak terjadi perubahan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengan Banggar DPR, Senin (8/7/2024).
Berdasarkan posnya, penerimaan tertinggi berasal dari cukai, yaitu sebesar Rp101,8 triliun. Nilainya terkontraksi 3,9% secara tahunan (yoy).
Sri Mulyani menjelaskan, produksi hasil tembakau yang merupakan kontributor utama cukai sebenarnya tumbuh. Namun, terjadi fenomena downtrading, yakni produksi rokok lebih banyak dihasilkan oleh pelaku usaha golongan III yang memiliki tarif cukai lebih rendah.
“Penurunan dari penerimaan cukai kami telusuri lebih karena juga banyak pemain dari rokok turun ke kelompok III yang tarif cukainya lebih rendah,” katanya.
Lalu penerimaan bea masuk pada semester I 2024 sebesar Rp24,3 triliun, realisasinya tumbuh 0,3% (yoy). Kenaikan ini dipengaruhi oleh nilai dollar Amerika Serikat yang naik sehingga penerimaan negara dalam bentuk rupiah dinilai relatif lebih baik.
“Meskipun nilai impornya dari komoditas utama seperti gas, kendaraan, dan suku cadangnya mengalami penurunan,” kata Sri Mulyani.
Terakhir, realisasi penerimaan dari bea keluar senilai Rp8,1 triliun. Nilainya melonjak 52,6% (yoy) dibanding periode sama tahun lalu.
“Kenaikan karena bea keluar mineral yang tumbuh 10 kali lipat dibandingkan tahun lalu,” kata bendahara negara.
Sementara, bea keluar dari produksi sawit terkoreksi lantaran penurunan rata-rata harga crude palm oil (CPO) dan penurunan volume ekspor.
(Baca: Bea Cukai Terima 705 Aduan pada 2023, Mayoritas Soal Pelanggaran)