Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 134 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 17 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (7/3/2024) pukul 08.40 WIB. Dari 134 titik panas terdeteksi, 5 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 106 titik skala sedang, dan 23 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Banjir hingga Logistik Dirusak, 668 TPS Berpotensi Ikut Pemilu Susulan)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Timur sebanyak 57 titik. Nusa Tenggara Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 14 titik. Sumatera Utara berada di posisi ketiga sebanyak 11 titik panas.
Sebanyak 10 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Papua menyusul dengan 8 titik panas, serta Sulawesi Selatan dan Gorontalo masing-masing memiliki 8 dan 6 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)