Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, Indonesia membutuhkan investasi untuk proyek ketenagalistrikan sebesar Rp2.780 triliun selama periode 2025-2034.
Rincian kebutuhan nilai investasi per tahunnya seperti terlihat pada grafik.
Investasi tersebut dibutuhkan untuk membangun infrastruktur pembangkit, transmisi, gardu induk, dan distribusi yang akan dikembangkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan swasta.
(Baca: Porsi Swasta dalam Membangun Pembangkit Listrik EBT RI hingga 2034)
Setiap tahunnya, investasi diperlukan di 5 sektor, yaitu untuk membayar bunga dari utang proyek selama fase konstruksi atau interest during construction (IDC), distribusi, transmisi, pembangkit PLN, serta pembangkit swasta atau independent power producer (IPP).
Pada 2025, misalnya, perkiraan kebutuhan investasi sebesar Rp255,2 triliun, dengan rincian:
- Pembangkit IPP Rp114 triliun
- Pembangkit PLN Rp72,4 triliun
- Transmisi Rp43,2 triliun
- Distribusi Rp15,1 triliun
- IDC Rp10,5 triliun
"Untuk mengembangkan infrastruktur yang direncanakan di dalam RUPTL 2025-2034, diproyeksikan akan membutuhkan investasi rata-rata sebesar Rp278 triliun per tahun, baik PLN maupun swasta," demikian dikutip dari RUPTL 2025-2034.
Adapun dalam sepuluh tahun ke depan, perkiraan rata-rata kebutuhan investasi per sektornya adalah sebagai berikut:
- Pembangkit IPP Rp156,6 triliun/tahun
- Pembangkit PLN Rp56,7 triliun/tahun
- Transmisi Rp39,2 triliun/tahun
- Distribusi Rp17,3 triliun/tahun
- IDC Rp8,1 triliun/tahun
(Baca: Proyeksi Produksi Listrik Indonesia 2025-2034, Batu Bara Sumber Energi Utama)
Kebutuhan investasi yang tinggi dalam RUPTL 2025-2034 mengikuti kebutuhan pembangunan pembangkit untuk skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED).
ARED merupakan skenario percepatan transisi energi, berisi target pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih besar dibanding skenario normal.
Rencananya, kebutuhan investasi PLN akan dipenuhi dari berbagai sumber pendanaan, yaitu dana internal, pinjaman, dan penyertaan modal negara (PMN).
Sumber dana internal berasal dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap. Lalu dana pinjaman dapat berupa pinjaman luar negeri, pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya, serta hibah luar negeri.
Kemudian PMN dilakukan melalui proses penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(Baca: Skenario Transisi Energi Indonesia, Listrik EBT Tumbuh Pesat sampai 2034)