Pendapatan pengemudi ojek online alias ojol di DKI Jakarta merosot tiap tahun selama periode 2014-2018. Hal ini terlihat dalam hasil survei Litbang Kompas beberapa waktu lalu.
Menurut survei tersebut, pada 2014 rata-rata pendapatan pengemudi ojol sempat mencapai Rp10,94 juta per bulan. Namun, di tahun berikutnya nilainya turun 25% menjadi Rp8,25 juta per bulan pada 2015.
Rata-rata pendapatan pengemudi ojol turun lagi masing-masing sebanyak 23% pada 2016 dan 2017. Kemudian jumlahnya turun 16% menjadi Rp4,11 juta per bulan pada 2018.
Survei Litbang Kompas tersebut dilakukan pada14-15 Januari 2019 terhadap 200 pengemudi ojol Gojek dan Grab di wilayah DKI Jakarta dengan porsi masing-masing 1:1.
Pendapatan dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan kotor responden dengan status pekerja penuh berdasarkan tahun awal mereka bekerja sebagai pengemudi ojol.
Sementara itu, menurut survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada tahun 2019 mayoritas atau 34,5% pengemudi ojol hanya memiliki pendapatan di kisaran Rp1 juta–Rp2 juta per bulan. Ada juga pengemudi ojol yang mampu meraih Rp4 juta–Rp5 juta per bulan, namun proporsinya sangat kecil.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai bahwa rendahnya pendapatan rata-rata pengemudi ojek online tersebut bertentangan dengan janji yang diberikan oleh para aplikator.
"Hal ini tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis online pada 2016 yang mencapai Rp8 juta per bulan. Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup," ujar Djoko dalam siaran persnya, Minggu (9/10/2022).
(Baca: Ini Pendapatan Pengemudi Ojek Online menurut Survei Kemenhub)