"Calon perseorangan" adalah peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang tidak diusung partai politik, melainkan didukung sejumlah orang yang memenuhi syarat sebagai pemilih.
Adapun menurut survei Litbang Kompas, mayoritas atau 50,9% responden tidak pernah dimintai dukungan oleh calon perseorangan di wilayahnya.
Sementara ada 30,1% yang pernah dimintai hal serupa dan bersedia memberi dukungan.
"Sepertiga dari kelompok responden ini mengaku bersedia melampirkan salinan kartu tanda penduduk (KTP) sebagai bentuk dukungan terhadap calon perseorangan," kata tim Litbang Kompas dalam laporannya, Senin (9/9/2024).
Lalu 13,2% responden pernah dimintai dukungan oleh calon perseorangan, tapi mereka tidak bersedia mendukung.
Kemudian 3,7% tidak pernah dimintai dukungan tapi namanya pernah dicatut tanpa persetujuan, dan 1,3% pernah diminta lalu namanya dicatut tanpa persetujuan.
Menurut Litbang Kompas, penolakan warga dalam mendukung calon perseorangan salah satunya terkait dengan kekhawatiran akan penyalahgunaan data pribadi.
Apalagi, baru-baru ini sempat ada kasus pencatutan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) yang dimasukkan ke daftar pendukung bakal calon gubernur dan wakil gubernur perseorangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana di Pilkada Jakarta.
"Temuan dukungan fiktif terhadap bakal calon perseorangan yang ramai jadi sorotan publik di Jakarta adalah gambaran bagaimana proses penggalangan dukungan tak lepas dari potensi pelanggaran," kata tim Litbang Kompas.
Survei Litbang Kompas ini melibatkan 536 responden dari 38 provinsi yang dipilih secara acak sesuai proporsi penduduk di setiap provinsi.
Pengambilan data dilakukan pada 19-21 Agustus 2024 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,23% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
(Baca: Kenapa Bisa Ada Calon Tunggal di Pilkada? Ini Pandangan Warga)