Menurut data yang dihimpun Nickel Institute, total sumber daya (resources) nikel global mencapai sekitar 320,5 juta ton pada 2022.
Sekitar 50,1% sumber daya nikel global berupa deposit laterit, 38,7% berupa deposit sulfida, dan 11,2% dalam bentuk lain-lainnya.
(Baca: Cadangan Nikel Global Meningkat pada 2022, Tembus Rekor Baru)
Angka sumber daya (resources) menunjukkan konsentrasi atau keberadaan material di kerak/bagian dalam bumi yang memiliki nilai ekonomi, dalam wujud, kadar, kualitas, dan kuantitas tertentu, serta memiliki prospek untuk diekstraksi secara ekonomis.
Ketika sumber daya itu diyakini benar-benar bisa diekstraksi, maka statusnya berubah menjadi cadangan (reserves).
"Status 'cadangan' menyiratkan adanya peningkatan pengetahuan dan kepercayaan diri (terkait keberadaan sumber daya). Perusahaan pertambangan terus mengubah sumber daya menjadi cadangan melalui eksplorasi," kata Nickel Institute di situs resminya.
Adapun sumber daya nikel global tercatat paling banyak berada di Indonesia.
Menurut Nickel Institute, pada 2022 volume sumber daya nikel Indonesia mencapai 45,98 juta ton, seluruhnya berupa deposit laterit.
Sumber daya nikel Indonesia itu setara dengan 28,6% dari total deposit laterit dunia, atau 14,3% dari total sumber daya nikel global.
Selain Indonesia, negara lain yang tercatat memiliki banyak sumber daya nikel adalah Rusia, Afrika Selatan, Kanada, Filipina, Brasil, Kuba, Australia, New Caledonia, Amerika Serikat, dan Tiongkok dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Ini Mineral yang Paling Banyak Dibutuhkan Industri Kendaraan Listrik)