Riset Center for International Foresty Research menyebutkan, kebakaran hutan Indonesia pada 1997/1998 merupakan yang terparah di dunia. Riset ini mengutip perhitungan dari Asian Development Bank (ADB) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 1999 mengenai dampak ekonomi dari tragedi kebakaran hutan yang mencapai US$ 2,3 miliar jika dinilai dengan uang (materiil) dan nonmateriil US$ 2,6 miliar.
Dampak ekonomi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 1997/1998 terdiri atas biaya yang terkait dengan kebakaran dan kabut asap. Biaya yang dapat dihitung dengan uang berkaitan dengan kebakaran mencakup kayu dengan nilai US$ 1,5 miliar, pohon yang mati US$ 287 juta, hutan tanaman industri (HTI) US$ 91 juta, dan perkebunan sebesar US$ 319 juta.
Biaya selanjutnya berkaitan dengan pengendalian kebakaran sebesar US$ 12 juta dan bangunan serta harta benda lainnya sebesar US$ 1 juta. Sementara yang tidak dapat dinilai dengan uang mencakup hasil hutan non kayu (HHNK) sebesar US$ 631 juta, pencegahan banjir sebesar US$ 413 juta, dan erosi sebesar US$ 1,4 miliar.
Dampak kedua berkaitan dengan biaya yang ditimbulkan oleh kabut asap. Biaya tersebut mencakup kerugian pariwisata sebesar US$ 111 juta dan transportasi sebesar US$ 33 juta. Adapun yang tidak dapat dinilai dengan uang adalah kerugian terhadap kesehatan masyarakat hingga sebesar US$ 148 juta.
(Baca Databoks: Kerugian Akibat Kebakaran Hutan 2015 Rp 221 Triliun)