Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MPV) Nasional, mencatat tingkat emisi hasil iventarisasi GRK pada 2018 mencapai 1637,16 Gigaton karbon dioksida ekuivalen (Gg CO2e). Sementara tingkat emisi GRK menurut permodelan 2010-2030 (Business as Usual/BaU) pada 2018 sebesar 1863 Gg CO2e.
Artinya nilai emisi GRK, yang dihitung dari tingkat emisi BaU dikurangi tingkat emisi hasil inventarisasi KLHK, pada 2018 sebesar 226 Gg CO2e atau sebesar 12,3% dari tingkat emisi GRK BaU. Penurunan tersebut masih di bawah target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 23,9% pada 2018.
Sektor kehutanan (FOLU) dan kebakaran hutan (Peat Fire) menjadi menyumbang terbesar emisi GRK 2018, yakni mencapai 723,51 Gg CO2e atau 44% dari total. Berikutnya industri dengan emisi sebesar 595,67 Gg CO2e ( 36%), pertanian 131,64 GG CO2e (8,04%), limbah 127,08 GG CO2e (7,76%) dan industri dan penggunaan produk (IPPU) sebesar 59,26 GG CO2e (3,62%).
Sepanjang periode 2010-2018, emisi GRK cukup fluktuatif namun menunjukkan tren peningkatan. Di mana pada 2010, total emisi GRK hanya sebesar 809,9 GG CO2e dan meningkat menjadi 1637,16 GG CO2e pada 2018.
Emisi GRK sempat mencapai puncak tertingginya pada 2015, yakni mencapai 2374 GG CO2e akibat terjadinya kebakaran lahan gambut. Emisi GRK dari kebakaran lahan gambut mencapai 822,74 GG CO2e atau sekitar 34,65% dari total emisi.
(Baca: Realisasi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Lebihi Target 2020)