Pada 2023 Asia Tenggara dan negara-negara berkembang di kawasan Pasifik menjadi penghasil emisi gas rumah kaca sektor kehutanan dan penggunaan lahan terbesar secara global.
Hal ini terlihat dari laporan GHG Emissions of All World Countries 2024 yang dirilis European Commission.
(Baca: 10 Negara Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar 2023)
European Commission menghitung emisi gas rumah kaca (CO2, CH4, dan N2O) yang dihasilkan dari aktivitas land use, land use change, and forestry (LULUCF) secara tahunan, termasuk dari deforestasi dan kebakaran hutan.
Angkanya kemudian dikurangi dengan emisi gas rumah kaca yang diserap hutan, lahan basah, dan lahan lainnya.
Jika hasil akhirnya negatif, artinya secara neto jumlah emisi yang diserap lebih banyak dibanding yang dilepaskan ke atmosfer.
Sebaliknya, jika hasil akhirnya positif, artinya jumlah emisi yang dilepaskan lebih banyak dari yang diserap.
Pada 2023 Asia Tenggara dan negara-negara berkembang di Pasifik menghasilkan emisi neto LULUCF sebesar 2.306 juta ton karbon dioksida ekuivalen (Mt CO2eq).
Angka tersebut jauh melampaui emisi neto LULUCF dari kawasan Afrika, Asia Selatan, negara-negara maju Asia-Pasifik, dan Timur Tengah.
Di sisi lain, ada sejumlah kawasan yang memiliki emisi neto LULUCF negatif (penyerapan gas rumah kaca lebih banyak), yaitu Amerika Latin-Karibia, Eropa, Asia Timur, Amerika Utara, dan Eurasia.
Eurasia menjadi kawasan dengan penyerapan emisi terbesar, seperti terlihat pada grafik.
Jika diakumulasikan, pada 2023 emisi neto LULUCF secara global berada di zona positif (pelepasan gas rumah kaca lebih banyak), yakni mencapai 1.537 Mt CO2eq, rekor tertinggi dalam tiga dekade terakhir.
(Baca: Emisi Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Global Naik pada 2023)