Emisi gas rumah kaca dari sektor land use, land use change, and forestry (LULUCF) atau sektor kehutanan dan penggunaan lahan global meningkat pada 2023.
Hal ini terlihat dari laporan GHG Emissions of All World Countries 2024 yang dirilis European Commission.
(Baca: Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Global 1970-2023)
European Commission rutin menghitung emisi gas rumah kaca (CO2, CH4, dan N2O) yang dihasilkan dari aktivitas penggunaan lahan, termasuk deforestasi dan kebakaran hutan.
Angkanya kemudian dikurangi dengan emisi gas rumah kaca yang diserap hutan, lahan basah, dan lahan lainnya
Jika hasil akhirnya negatif, artinya secara neto jumlah emisi yang diserap lebih banyak dibanding yang dilepaskan ke atmosfer.
Sebaliknya, jika hasil akhirnya positif, artinya jumlah emisi yang dilepaskan lebih banyak dari yang diserap.
Selama periode 1990-1999 emisi neto dari sektor LULUCF global umumnya berada di zona negatif (penyerapan gas rumah kaca lebih banyak).
Namun, sejak tahun 2000 angkanya makin sering berada di zona positif (pelepasan gas rumah kaca lebih banyak).
Adapun pada tahun 2023 emisi neto dari sektor LULUCF global mencapai 1.537 juta ton karbon dioksida ekuivalen (Mt CO2eq). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 1990 seperti terlihat pada grafik.
Menurut European Commission, hal tersebut dipengaruhi adanya peningkatan intensitas kebakaran hutan di Australia dan Kanada. Sedangkan penyerapan emisi dari lahan hutan global kian berkurang.
"Pada tahun 2023 Australia mengalami musim kebakaran hutan terbesar dalam lebih dari satu dekade," kata European Commission dalam GHG Emissions of All World Countries 2024.
"Pada tahun 2023 Kanada juga mengalami musim kebakaran terburuk dan paling merusak yang pernah tercatat," lanjutnya.
(Baca: Konsentrasi Gas Rumah Kaca Meningkat, Tembus Rekor pada 2024)