Menurut laporan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), korban kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun belakangan.
Berdasarkan Permenaker Nomor 26 Tahun 2015, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, serta penyakit akibat kerja (PAK).
Adapun PAK adalah penyakit yang disebabkan aktivitas pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Ada lima golongan penyebab PAK, yaitu:
- Golongan fisika: Suhu ekstrem, kebisingan, pencahayaan, tekanan udara, dan sebagainya.
- Golongan kimia: Bahan kimia berbentuk debu, uap, gas, larutan, dan lain-lain.
- Golongan biologi: Bakteri, virus, jamur, dan lain-lain.
- Golongan ergonomi: Aktivitas mengangkat benda berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak kerja repetitif, dan lain-lain.
- Golongan psikososial: Beban kerja yang terlalu banyak, pekerjaan monoton, stres akibat hubungan interpersonal di tempat kerja, lokasi kerja, dan lain-lain.
Pada 2005 ada sekitar 99 ribu pekerja Indonesia yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK. Kemudian di tahun-tahun berikutnya jumlah korban cenderung naik, hingga mencapai rekor tertinggi 234 ribu orang pada 2021.
Selama periode 2019-2021 mayoritas atau 64,4% kecelakaan terjadi di tempat kerja, kemudian 27% terjadi di lalu lintas, 8,2% di luar tempat kerja, dan 0,3% di tempat-tempat lainnya.
Sepanjang 2019-2021 kasus kecelakaan kerja paling banyak tercatat di sektor usaha aneka industri (22,3%); perdagangan dan jasa (21,4%); pertanian, perikanan, perkebunan, dan kehutanan (17,3%); industri barang konsumsi (15,5%); serta industri dasar dan kimia (12,1%).
(Baca: Ini Sektor Usaha dengan Kecelakaan Kerja Terbanyak pada 2021)
Adapun Kemnaker menyatakan angka-angka tersebut belum merepresentasikan kasus nasional secara lengkap. Artinya, mungkin masih ada banyak korban kecelakaan kerja yang tidak tercatat.
"Pelaporan kasus secara rutin dari perusahaan dan dari instansi ketenagakerjaan provinsi ke pusat (Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker RI) belum berjalan maksimal," kata Kemnaker dalam laporan Profil Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indonesia Tahun 2022.
"Kasus kecelakaan kerja dan PAK justru jauh lebih banyak yang dilaporkan dalam rangka klaim program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, peserta program BPJS Ketenagakerjaan baru mencapai 30,6 juta pekerja, dari total 126,51 juta pekerja di Indonesia (2019)," lanjutnya.
Merespons angka korban kecelakaan kerja yang terus meningkat ini, Kemnaker mendorong perusahaan untuk berinvestasi pada sektor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
"Investasi yang dikeluarkan dalam penerapan K3 akan menjadi keuntungan balik atau return of investment (ROI) baik jangka pendek apalagi jangka panjang, meningkatkan daya saing usaha (competitiveness), dan menjaga kelangsungan usaha (business sustainability)," kata Kemnaker.
"Implementasi K3 yang baik merupakan faktor penting dalam rangka mencegah kerugian dan meningkatkan keuntungan secara sosial dan ekonomi bagi pekerja, pengusaha, pemerintah, masyarakat, negara, dan bangsa secara keseluruhan," lanjutnya.
(Baca: Kecelakaan Kerja dengan Korban Terbanyak, Kebocoran Gas Teratas)