Investasi di sektor energi fosil secara global diestimasikan mencapai US$1,12 triliun pada 2024, naik 2,4% dibanding 2023 (year-on-year).
Tren kenaikannya juga sudah terjadi empat tahun berturut-turut sejak 2021, seperti terlihat pada grafik.
Estimasi ini tercatat dalam laporan World Energy Investment 2024 yang dirilis International Energy Agency (IEA).
"Permintaan bahan bakar fosil tetap kuat, terutama setelah dunia bangkit dari periode turbulensi besar yang disebabkan pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina," kata IEA dalam laporannya.
(Baca: Pemanasan Global Kian Intens, Dekati 1,5 Derajat Celsius)
Menurut IEA, peningkatan investasi energi fosil untuk sektor hulu migas dipimpin oleh perusahaan dari Timur Tengah dan Asia.
Investasi batu bara global juga naik karena didorong tambahan arus modal di Asia.
"Investasi batu bara sudah naik sejak 2023 khususnya di China, India, dan Indonesia, kemudian pertumbuhan lebih lanjut diperkirakan terjadi pada 2024," kata IEA.
Kendati positif bagi industri energi fosil, kenaikan laju investasi ini tak sejalan dengan upaya pencapaian target net zero emissions (NZE) dan mitigasi perubahan iklim.
"Skenario NZE melihat perlunya penyeimbangan investasi, menjauh dari bahan bakar fosil menuju bahan bakar rendah emisi seperti bioenergi dan hidrogen," kata IEA.
Berdasarkan laporan IEA, untuk mencapai target nol-emisi pada 2050, investasi minyak, gas, dan batu bara secara global perlu turun lebih dari setengahnya.
IEA memperkirakan investasi energi fosil perlu turun dari sekitar US$1 triliun per tahun pada 2024 menjadi US$450 miliar per tahun pada 2030, kemudian anggaran untuk bahan bakar rendah emisi dinaikkan sepuluh kali lipat.
(Baca: Intensitas Emisi Industri RI Naik, Makin Tak Ramah Lingkungan)