Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2023, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dari 5,3% pada 2022 menjadi 4,8% pada 2023.
IMF juga memprediksi perlambatan ekonomi bakal terjadi di negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina, sementara pertumbuhan Thailand diramal menguat seperti terlihat pada grafik.
Namun, proyeksi untuk negara ASEAN lainnya, yakni Singapura, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, Brunei Darussalam, dan Timor Leste, tidak tersedia.
IMF tidak merinci alasan kenapa perekonomian Indonesia, Malaysia, dan Filipina bisa melemah pada 2023, sedangkan Thailand menguat.
Secara umum, IMF hanya menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini berisiko terhambat karena pengaruh Tiongkok, yang dikhawatirkan belum mampu memulihkan diri dari pandemi.
"Dengan kekebalan penduduk yang masih rendah dan kapasitas rumah sakit yang tidak memadai, terutama di luar kota-kota besar, masalah kesehatan bisa menghambat pemulihan Tiongkok," kata IMF dalam WEO edisi Januari 2023.
"Hal tersebut bisa berpengaruh ke berbagai belahan dunia, terutama karena turunnya permintaan dan masalah rantai pasokan," lanjutnya.
Turunnya permintan dari Tiongkok juga bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, mengingat posisi mereka sebagai pasar ekspor nonmigas terbesar.
Sepanjang 2022 Indonesia mengekspor komoditas nonmigas senilai USD 63,5 miliar ke Tiongkok, jauh melampaui nilai ekspor ke negara-negara lainnya.
(Baca: Tiongkok, Pasar Utama Ekspor Nonmigas RI pada 2022)
Di samping pengaruh Tiongkok, IMF menilai pertumbuhan ekonomi global pada 2023 berisiko terhambat akibat eskalasi perang Rusia-Ukraina, tekanan utang di banyak negara, laju inflasi, serta perluasan fragmentasi geopolitik.
"Sanksi internasional kepada Rusia telah memecah dunia menjadi blok-blok dan memperkuat ketegangan geopolitik yang sudah ada sebelumnya, seperti sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok," kata IMF.
"Fragmentasi bisa meningkat, mengakibatkan bertambahnya pembatasan pada pergerakan modal, pekerja, pembayaran internasional, serta menghambat kerja sama multilateral dalam penyediaan komoditas di pasar global," lanjutnya.
(Baca: Mitra Dagang RI Diprediksi Melemah pada 2023, Kecuali Tiongkok)