Pada 2021 ekonomi global baru saja menunjukkan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19. Namun, pada 2022 awan gelap kembali menyelimuti.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina, harga komoditas energi dan pangan mengalami tren kenaikan hingga memicu inflasi, penaikan suku bunga acuan bank sentral, dan perlambatan ekonomi global.
Kondisi tersebut juga berdampak terhadap 6 negara dominan di kawasan Asia Tenggara (Southeast Asia/SEA-6), yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
Dalam laporan e-Conomy SEA 2022, Google, Temasek dan Bain & Company mencatat ekonomi SEA-6 secara kumulatif hanya tumbuh 3,5% pada periode 2020-2021 akibat pandemi.
Kemudian pada periode 2021-2022 ekonomi 6 negara tersebut diperkirakan bangkit dan tumbuh 5,3%, tapi melambat lagi jadi 4,6% pada 2022-2023.
Kabar baiknya, perlambatan ekonomi SEA-6 relatif lebih ringan dibandingkan dengan kawasan lainnya.
Ekonomi Tiongkok diproyeksikan melambat dan hanya tumbuh 3,8% pada periode 2021-2022, lebih rendah dibanding SEA-6. Kemudian pada periode 2022-2023 proyeksi Tiongkok hanya sedikit membaik dengan pertumbuhan 4,9%.
Google, Temasek dan Bain & Company juga memproyeksikan ekonomi India, Uni Eropa, serta Amerika Serikat mengalami perlambatan yang cukup dalam, seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Ekonomi Indonesia Masih Terbesar di ASEAN sampai 2021)