Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan laju perekonomian global akan berat sampai 2024.
Dalam laporan Economic Outlook edisi November 2022, OECD memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global akan melemah dari 3,1% pada 2022, menjadi 2,2% pada 2023, dan hanya pulih sedikit ke 2,7% pada 2024.
Proyeksi OECD ini lebih optimistis ketimbang ramalan Bank Dunia, yang menilai pertumbuhan ekonomi global bisa jatuh ke 0,5% pada 2023 dan 2% pada 2024.
Namun, proyeksi OECD masih terlihat pesimistis dibanding Dana Moneter Internasional (IMF), yang yakin ekonomi global bisa tumbuh 2,7% pada 2023.
"Perekonomian global menghadapi tantangan yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentumnya, inflasi terus melaju tinggi, keyakinan pasar melemah, dan ketidakpastian tinggi," kata OECD dalam laporannya.
"Agresi Rusia ke Ukraina telah mendorong kenaikan harga secara substansial, terutama komoditas energi. Hal ini menambah tekanan inflasi di saat biaya hidup sudah melonjak pesat di seluruh dunia," katanya lagi.
(Baca: Bank Dunia: Risiko Resesi Global Meningkat)
Untungnya, di tengah situasi suram ini OECD memperkirakan ekonomi Indonesia masih cukup 'cerah', yakni mampu tumbuh 4,7% pada 2023 dan 5,1% pada 2024.
"Pertumbuhan Indonesia diproyeksikan akan tetap melambung, ditopang kuatnya permintaan komoditas ekspor utama serta konsumsi yang tertunda sejak pandemi," kata OECD.
"Pertumbuhan PDB Indonesia akan tetap mendekati 5% pada tahun 2023 dan 2024, sementara inflasi akan turun ke bawah 4% karena dampak pengetatan moneter," lanjutnya.
Kendati begitu, OECD menyatakan ada sejumlah risiko yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Persoalan energi, pupuk, pangan, dan ketegangan sosial menjelang Pemilu 2024 adalah risiko utama. Kebijakan moneter harus tetap ketat, sementara dukungan untuk rumah tangga rentan harus tetap terjaga," saran OECD.
(Baca: IMF Prediksi Ekonomi RI Hanya Turun Sedikit pada 2023)