Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib meminta DPR agar menunda rencana pemekaran wilayah Papua.
"Pemekaran daerah baru atau DOB (daerah otonomi baru), di mana DPR RI telah sahkan pada tanggal 12 April 2022 kemarin, masyarakat meminta supaya pemekaran itu di-pending atau ditunda," kata Timotius, seperti dilansir Detik.com, Selasa (26/4/2022).
Menurut Timotius, setidaknya ada tiga alasan mengapa masyarakat Papua ingin menunda pemekaran. Pertama, karena pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran wilayah di seluruh Indonesia.
Kedua, pemekaran wilayah Papua dinilai tidak didasari oleh kajian ilmiah. Ketiga, Timotius menilai ada masalah sumber daya manusia (SDM) dan pendapatan asli daerah (PAD) yang belum dimiliki banyak daerah di Papua yang akan dimekarkan.
Kesenjangan Ekonomi di Papua
Jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), memang ada kesenjangan ekonomi cukup besar antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua.
Perekonomian Kota Jayapura menurut besaran PDRB harga berlaku tanpa tambang mencapai Rp33 triliun pada 2021. Sementara PDRB Kabupaten Jayapura dan Kota Merauke di kisaran Rp16 triliun.
Namun, nilai PDRB sebagian besar kabupaten/kota lainnya sangat jauh di bawah kisaran tersebut, seperti terlihat pada grafik.
Posisi terendah ditempati Kabupaten Supiori dengan PDRB harga berlaku tanpa tambang hanya Rp1,08 triliun. Demikian pula Kabupaten Mamberamo Tengah yang hanya Rp1,24 triliun.
Kondisi perekonomian yang tidak merata ini diperkirakan bakal menjadi kendala bagi rencana pemekaran wilayah Papua.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR sudah menyetujui tiga RUU terkait Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua sebagai usul inisiatif DPR.
Tiga RUU tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
(Baca: Ada RUU Pemekaran Papua, Ini Bakal Wilayah Provinsi Barunya)