Hasil pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menunjukkan, ada 21 peristiwa kekerasan yang dilakukan anggota TNI terhadap perempuan sipil di Indonesia sepanjang Oktober 2024-September 2025.
Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 7 kasus merupakan penganiayaan. Lalu 6 kasus kejahatan seksual, 5 kasus femisida, dan 3 kasus intimidasi.
Sebagai konteks, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena korban merupakan perempuan. Femisida didorong oleh superioritas, dominasi, dan hegemoni, agresi, maupun misogini terhadap perempuan.
KontraS menilai, berbagai bentuk kekerasan di atas dapat menjadi pemicu terjadinya femisida. Femisida oleh anggota TNI juga dipandang bukan hanya sebagai persoalan individual di ranah domestik atau hubungan intim antara pelaku dan korban semata.
“Fenomena femisida oleh anggota TNI mencerminkan bagaimana kekerasan menjadi pilihan penyelesaian masalah bagi TNI ketika menghadapi persoalan-persoalan yang melibatkan perempuan,” tulis KontraS dalam laporan Catatan Hari TNI ke-80.
Budaya patriarki dan maskulinitas dalam tubuh TNI juga dinilai menumbuhkan superioritas pada prajurit laki-laki terhadap perempuan.
KontraS menyebut, kultur ini berpotensi melanggengkan ketidakadilan gender dan menempatkan perempuan sebagai kelompok rentan kekerasan, termasuk femisida oleh anggota TNI.
Data ini dihimpun berdasarkan hasil pemantauan KontraS terhadap peristiwa kekerasan oleh TNI, pembentukan satuan baru TNI se-Indonesia, putusan pengadilan militer, pengiriman pasukan TNI ke Papua, serta intervensi militer ke ranah sipil termasuk akademik.
Pengumpulan data diperkuat melalui riset dokumentasi yang terpublikasi dalam pemberitaan media massa selama Oktober 2024-September 2025.
(Baca: Data Umum Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia 2015-2024)