Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 111 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 63 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Jumat (3/1/2025) pukul 11.08 WIB. Dari 111 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 107 titik skala sedang, dan 3 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada Ratusan Bencana Alam sampai Awal April 2024, Banjir Terbanyak)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Banten sebanyak 19 titik. Sumatera Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 17 titik. Riau berada di posisi ketiga sebanyak 14 titik panas.
Sebanyak 11 titik panas terdeteksi di Aceh, Jawa Barat menyusul dengan 7 titik panas, serta Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 6 dan 5 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Penerima Rumah Susun 2022, Terbanyak Korban Bencana Alam)