Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 94 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 71 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (28/12/2024) pukul 11.08 WIB. Dari 94 titik panas terdeteksi, 94 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Negara dengan Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia, Indonesia Pertama)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Jambi sebanyak 18 titik. Sulawesi Tenggara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 14 titik. Sulawesi Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 13 titik panas.
Sebanyak 11 titik panas terdeteksi di Sumatera Selatan, Riau menyusul dengan 8 titik panas, serta Bengkulu dan Sumatera Barat masing-masing memiliki 6 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Indonesia Punya Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia)