Tingkat pengangguran Indonesia berfluktuasi dalam empat dekade terakhir, sejak era Presiden Soeharto sampai Jokowi.
Hal ini tercatat dalam basis data World Economic Outlook yang dirilis International Monetary Fund (IMF).
Soeharto menjabat sebagai presiden mulai tahun 1966. Namun, IMF baru menghimpun data pengangguran Indonesia sejak 1984.
Di tengah era kepemimpinan Soeharto, pada 1984 proporsi angkatan kerja Indonesia yang menganggur hanya 1,6%, paling rendah sepanjang sejarah yang tercatat IMF.
Namun, setelah itu tren pengangguran berangsur-angsur naik. Sampai Soeharto lengser pada 1998 angka pengangguran nasional sudah mencapai kisaran 5%.
Kemudian pada awal era Reformasi, saat B. J. Habibie menjadi presiden (1998-1999) proporsi angkatan kerja yang menganggur naik ke kisaran 6%.
Tren kenaikan terus berlanjut pada era Presiden Abdurrahman Wahid (1999—2001) dan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001—2004) sampai hampir 10%.
Pada awal kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkanya masih naik hingga mencapai 11% pada 2005, rekor tertinggi sepanjang sejarah yang tercatat IMF.
Kendati begitu, sampai akhir masa jabatan SBY (2004—2014) tingkat pengangguran berhasil turun signifikan menjadi sekitar 6%.
Setelah memasuki era Presiden Jokowi (2014—2024) proporsi angkatan kerja yang menganggur berfluktuasi di kisaran 5% sampai 7%.
Kenaikan pengangguran paling drastis era Jokowi terjadi pada 2020, dipicu munculnya pandemi Covid-19 yang menimbulkan perlambatan ekonomi global. Angkanya baru mulai melandai sejak 2021, seiring dengan pemulihan dunia dari dampak pandemi.
Adapun IMF memproyeksikan, tingkat pengangguran Indonesia pada akhir masa jabatan Jokowi tahun 2024 bisa mencapai 5,2%, lebih rendah 0,1 poin persentase dibanding tahun sebelumnya.
(Baca: Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, dari Era Habibie sampai Jokowi)