BRWA: Pengakuan Wilayah Adat di Indonesia Masih Rendah

Demografi
1
Cindy Mutia Annur 20/03/2024 19:50 WIB
Luas Wilayah Adat Berdasarkan Status Pengakuan (18 Maret 2024)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Menurut laporan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), luas wilayah adat yang sudah diregistrasi per 18 Maret 2024 mencapai 28,2 juta hektare (ha) yang mencakup 1.425 wilayah adat di 33 provinsi dan 161 kabupaten/kota.

Sementara, luas wilayah adat yang sudah mendapatkan penetapan status pengakuan oleh pemerintah hanya 3,9 juta ha.  

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo mengatakan, luasan tersebut hanya 13,8% dari total wilayah adat teregistrasi di BRWA.

“Rendahnya capaian pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah karena belum adanya program dan dana memadai yang disediakan oleh pemerintah,” kata Kasmita dilansir dari siaran pers, Selasa (19/3/2024).

Laporan BRWA juga menunjukkan, luas wilayah adat yang tengah mendapatkan pengaturan status pengakuan seluas 21,24 juta ha. Sisanya yang belum mendapatkan pengaturan status pengakuan seluas 2,97 juta ha.

Adapun sampai saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan 244.195 ha di 131 wilayah adat. Padahal, potensi hutan adat dari wilayah adat teregistasi di BRWA mencapai 22,8 juta ha.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan pada masa transisi pemerintahan di Indonesia saat ini, kondisi kampung-kampung masyarakat adat terus mengalami tekanan investasi berbasis lahan. 

Dalam Catatan Akhir Tahun AMAN 2023, Rukka melanjutkan, perampasan wilayah adat mencapai 2,5 juta hektare yang disertai dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat. Sementara, menurut dia, perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat belum ada peningkatan yang signifikan.

Menurut Rukka, belum adanya Undang-Undang Masyarakat Adat (UUMA) menyebabkan urusan pengakuan masyarakat adat dijalankan mengikuti peraturan perundangan sektoral. “Akibatnya, tidak ada kelembagaan dan progam di tingkat nasional yang dapat menggerakkan seluruh proses perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat di Indonesia,” kata dia.

Rukka mengatakan, ancaman terhadap masyarakat adat dan wilayah adat berpotensi masih terus berlangsung di masa transisi pemerintahan maupun pada masa pemerintahan mendatang.

“Ketiadaan UU Masyarakat Adat, masifnya investasi, dan implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah menjadi kombinasi yang sempurna terhadap perampasan wilayah adat serta penyingkiran masyarakat adat atas ruang hidupnya,” kata dia.

(Baca: Terbanyak Nasional, Sumatera Miliki 8 Provinsi yang Teregistrasi Wilayah Adat)

Data Populer
Lihat Semua