Berdasarkan Global EV Outlook 2023 dari International Energy Agency (IEA), tren penggunaan baterai lithium iron phosphate (LFP) untuk kendaraan listrik menguat, menggerus popularitas baterai nikel.
Selama periode 2018-2022 pangsa pasar baterai LFP global naik dari 7% menjadi 27%, sedangkan baterai nikel kadar tinggi (high-nickel) turun dari 78% menjadi 66%.
(Baca: Tren Baterai LFP Menguat, Apa Bahan Bakunya?)
Menurut Poweroad, perusahaan baterai asal China, baterai LFP memang memiliki sejumlah keunggulan dibanding baterai nikel, terutama dalam aspek siklus hidup (life cycle).
Baterai LFP tercatat mampu diisi ulang hingga 3.000 kali sebelum performanya menurun. Bahkan jika perawatannya baik, usianya bisa mencapai 6.000 kali isi ulang.
Sementara baterai berbasis nikel, tepatnya nickel manganese cobalt (NMC), umumnya hanya bisa diisi ulang sekitar 800 kali. Hal ini menunjukkan bahwa baterai LFP lebih tahan lama.
Poweroad juga menilai baterai LFP jauh lebih aman dibanding baterai nikel.
Jika terkena guncangan, tekanan berat, atau dilempar dari ketinggian, baterai LFP tidak berpotensi meledak atau terbakar, hanya mungkin mengeluarkan asap. Baterai LFP juga lebih stabil saat berada di tengah suhu panas.
Di sisi lain, dalam kondisi-kondisi serupa, baterai NMC yang berbasis nikel memiliki potensi meledak atau terbakar yang relatif besar.
Di luar berbagai keunggulan itu, baterai LFP memiliki kandungan kepadatan energi (energy density) yang lebih rendah.
Poweroad mencatat, baterai LFP umumnya hanya bisa mengandung energi 120 watt-hour per kilogram (WH/kg), sedangkan baterai NMC bisa sampai 220 WH/kg.
(Baca: Proyeksi Bank Dunia, Harga Nikel Turun Lagi pada 2024)