Selama periode 7-29 Oktober 2023, perang antara Israel dan kelompok militan Hamas telah menewaskan lebih dari 8.100 warga Palestina.
Korban Palestina paling banyak berada di Jalur Gaza, yakni korban jiwa 8.005 orang dan korban luka 20.242 orang. Sementara di wilayah Tepi Barat korban jiwanya 115 orang dan korban luka 2.150 orang.
Adapun sampai hari ke 23 perang, yakni Minggu (29/10/2023), jumlah total korban jiwa dari pihak Israel sekitar 1.402 orang dan korban lukanya 5.445 orang. Tidak ada laporan penambahan korban baru dari Israel sejak Senin pekan lalu (23/10/2023).
Data ini dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi pemerintah Israel.
Namun, jumlah korban riil di Gaza bisa jadi lebih banyak dari yang tercatat. Pasalnya, militer Israel memblokir jalur komunikasi di Gaza sejak Jumat (27/10/2023).
"Meski sebagian besar jalur komunikasi mulai pulih pada 29 Oktober 2023, sulit untuk memperkirakan tingkat kerusakan dan korban jiwa yang sebenarnya selama periode 27-29 Oktober 2023, karena tim pertahanan sipil Palestina dan personel medis kesulitan untuk menjangkau korban jiwa," kata OCHA dalam siaran persnya, Minggu (29/10/2023).
OCHA juga melaporkan jumlah pengungsi di Gaza sudah melampaui 1,4 juta orang. Sekitar 671 ribu orang di antaranya tinggal di pos-pos penampungan darurat UNRWA, badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melayani pengungsi Palestina, sedangkan sisanya tersebar di berbagai tempat.
Di tengah situasi ini, kondisi di pos-pos UNRWA semakin tidak kondusif akibat kepadatan pengungsi yang berlebih.
"Pada 28 Oktober 2023, ribuan orang masuk ke beberapa gudang dan pusat distribusi pasokan UNRWA di wilayah tengah dan selatan Gaza, mengambil tepung terigu, perlengkapan kebersihan dan barang-barang lainnya," kata OCHA.
"Pada 29 Oktober 2023, Direktur Operasional UNRWA Tom White menyatakan ini adalah tanda yang mengkhawatirkan, bahwa ketertiban sipil mulai rusak setelah tiga minggu perang dan pengepungan ketat di Gaza," lanjutnya.
OCHA menyebut pasokan bantuan dari luar Gaza terus berdatangan. Namun, pasokan yang masuk masih terbatas, dan distribusinya sulit karena situasi yang tidak aman.
"Semua lembaga dan tim bantuan kemanusiaan menghadapi kendala signifikan karena pertempuran yang terus berlanjut, pembatasan pergerakan, serta kurangnya pasokan listrik, bahan bakar, air, obat-obatan, dan barang-barang penting lainnya. Tim bantuan kemanusiaan tidak dapat menjangkau orang-orang yang butuh bantuan dan mengakses gudang penyimpanan pasokan dengan aman," kata OCHA.
(Baca: 13 Negara Beri Bantuan untuk Palestina, Totalnya Rp5 Triliun)