Informasi bohong atau hoaks bisa menggiring pembacanya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang keliru. Namun, kebanyakan masyarakat Indonesia tampaknya masih ragu dalam memilah mana berita bohong dan mana yang bukan.
Hal ini terlihat dari laporan survei hasil kolaborasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) yang bertajuk Status Literasi Digital di Indonesia 2022.
Menurut laporan tersebut, sebanyak 45% responden merasa antara yakin dan tidak yakin akan kemampuannya dalam mengidentifikasi berita hoaks.
Kemudian 20% responden merasa tidak yakin, dan 3% sangat tidak yakin dirinya mampu mengenali berita bohong. Di sisi lain, ada 25% responden yang yakin dapat memilah berita hoaks, sedangkan yang sangat yakin hanya 7%.
“Sebagian besar responden masih ragu terhadap kemampuan mereka mengidentifikasi hoaks,” kata tim Kementerian Kominfo dalam laporannya.
Laporan itu juga menunjukkan, mayoritas responden menganggap penyebaran berita hoaks merupakan permasalahan serius (71%), sedangkan sisanya (29%) menilai masalah ini kurang penting.
Kementerian Kominfo dan KIC melakukan survei ini terhadap 10.000 pengguna internet berusia 13-70 tahun yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota Indonesia.
Survei dilaksanakan pada periode Agustus-September 2022 melalui wawancara tatap muka. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling, dengan toleransi kesalahan sekitar 0,98% dan interval kepercayaan 95%.
Responden memiliki beragam latar belakang dari ibu rumah tangga, wiraswasta, pekerja, pelajar, petani, dan lain-lainnya. Laporan lengkap mengenai survei ini dapat diakses dan diunduh melalui tautan https://survei.literasidigital.id/.
(Baca: Media Sosial, Sumber Informasi Utama Masyarakat Indonesia)