Meski Ada Perjanjian Paris, Pembiayaan Energi Fosil G20 Tetap Tinggi

Energi
1
Adi Ahdiat 10/11/2022 15:50 WIB
Akumulasi Nilai Pembiayaan Energi Fosil Negara-Negara G20 (2016-2021)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Negara-negara G20 sudah mengadopsi Perjanjian Paris dan berkomitmen mengurangi emisi karbon sejak 2016.

Kendati demikian, negara-negara G20 terus menggelontorkan pembiayaan energi fosil dalam jumlah besar, yang kemudian berkontribusi pada naiknya emisi karbon global.

(Baca: Ini Negara Penyumbang Emisi Karbon Terbesar pada 2021)

Menurut laporan riset Bloomberg NEF, pada 2016 akumulasi pembiayaan energi fosil dari negara-negara G20 mencapai US$662 miliar.

Angka itu mencakup belanja pemerintah, pengeluaran pajak, investasi badan usaha milik negara, serta subsidi bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas bumi, dan batu bara.

Setelah adopsi Perjanjian Paris, nilai pembiayaan energi fosil G20 tetap konsisten berada di atas US$630 miliar per tahun, kecuali pada 2020 ketika angkanya turun tipis lantaran situasi pandemi Covid-19.

Kemudian pada 2021 pembiayaannya diperkirakan sudah meningkat lagi seperti terlihat pada grafik.

"Pemerintah dan lembaga milik negara-negara G20 diperkirakan menyediakan US$693 miliar untuk mendukung batu bara, gas bumi, minyak bumi, dan bahan bakar fosil pada tahun 2021, ini jumlah tertinggi sejak 2014," kata tim Bloomberg NEF dalam laporannya.

"Dari sejumlah negara yang menyatakan janji mengurangi pembangkit listrik batu bara secara bertahap, beberapa di antaranya malah meningkatkan ketergantungan pada batu bara di tahun 2021," ungkapnya lagi.

Menurut Bloomberg NEF, negara G20 yang menaikkan kapasitas pembangkit listrik batu bara adalah Brasil, Tiongkok, India, Indonesia, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki.

"Sangat penting bagi negara-negara untuk menghentikan listrik berbahan bakar batu bara jika mereka ingin mewujudkan tujuan Perjanjian Paris," kata Bloomberg NEF.

(Baca: Emisi Karbon Global Meningkat pada 2021, Tertinggi Sepanjang Sejarah)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua